Indonesia: Inflasi Terlihat Di Sekitar 3,5% Di 2020 – UOB

Menurut Enrico Tanuwidjaja, Ekonom di UOB Group, angka inflasi di Indonesia diperkirakan akan berkisar di sekitar 3,5% pada tahun berikutnya.

Kutipan Utama

“Inflasi tahunan Indonesia untuk Desember 2019 melonggar lebih besar dari yang diperkirakan ke 2,72% tahunan, ditandai sebagai kenaikan harga konsumen paling lambat sejak Maret 2019. Inflasi makanan dan transportasi-telekomunikasi naik pada laju yang lebih lambat, yang mengejutkan, mengingat Liburan Natal dan Tahun Baru. Inflasi makanan melambat ke 4,28% tahunan di Desember vs 4,97% di November karena harga cabai merah, cabai rawit, dan ayam yang lebih rendah. Selain itu, inflasi transportasi-telekomunikasi melambat ke 0,17% tahunan di Desember vs 0,87% di November karena harga telekomunikasi dan pengiriman yang lebih rendah. Sementara itu, inflasi makanan jadi, listrik-perumahan, dan pakaian relatif stabil pada basis tahunan masing-masing di 3,97%, 1,75%, dan 4,93%. Inflasi inti, yang mengecualikan harga makanan yang volatile dan harga-harga yang diatur pemerintah, sedikit melambat ke 3,02% tahunan di Desember dari 3,08% sebulan sebelumnya."

“Angka terbaru membawa tingkat inflasi rata-rata 2019 menjadi 3,03%, yang sedikit di bawah ekspektasi kami di 3,1%. Secara keseluruhan, harga energi yang lemah dan penyesuaian tarif bandara membantu menjaga kenaikan harga dalam kisaran target resmi bank sentral 2,5% – 4,5%. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi 2020 akan berada di kisaran 2,0% – 4,0%, didukung oleh inflasi volatile yang terkendali di tingkat yang rendah, kapasitas produksi domestik yang memadai, serta pengurangan biaya logistik di tengah peningkatan infrastruktur. Sementara itu, Kementerian Keuangan juga menempatkan asumsi makroekonomi untuk inflasi 2020 sebesar 3,1% (dengan asumsi pertumbuhan 5,3% dan harga minyak di USD65/bbl). Untuk tahun 2020, kami memperkirakan inflasi rata-rata 3,5% didukung oleh penghapusan subsidi energi, perkiraan kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (termasuk listrik dan cukai rokok), dan potensi pemulihan permintaan.”